Peneliti CIPS Soroti UU Cipta Kerja Terkait UMKM, Dina : Redefinisi UMKM Perlu Diperjelas

- 9 Oktober 2020, 12:56 WIB
ILUSTRASI UMKM yang memproduksi roti
ILUSTRASI UMKM yang memproduksi roti /ANTARA

JAKSELNEWS.COM - Sebagai Undang-Undang yang mencakup banyak klaster dan mengangkat beberapa isu sekaligus, UU Cipta Kerja salah satunya juga dianggap memberi kemudahan berusaha, terutama bagi para pelaku UMKM dan perusahaan rintisan (startup). Terkait dengan hal ini, peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Siti Alifah Dina menyatakan perlu adanya kejelasan. 

Salah satu hal mendasar yang penting untuk diperjelas adalah definisi usaha mikro dan ultramikro yang disebut akan mendapat kemudahan maupun insentif dengan berlakunya UU Cipta Kerja. Menurut Dina, definisi ini perlu ditinjau kembali agar pemerintah dapat menyusun program spesifik untuk memberdayakan usaha ultramikro. 

“Ada beberapa ketentuan yang harus diperjelas kembali, misalnya tentang redefinisi UMKM. Definisi usaha ultramikro juga perlu diperjelas karena sebelumnya tidak ada di UU No 20/2008,” ujar Dina seperti dilansir Jakselnews dari artikel tasikmalaya.pikiran-rakyat.com berjudul Terkait UU Cipta Kerja untuk UMKM, Peneliti CIPS Minta Kejelasan

Lebih lanjut, Dina menuturkan jika umumnya pelaku usaha ultramikro menjalankan usaha dengan tujuan untuk bertahan hidup, bukan untuk mengakumulasi kapital. Hal ini berdasarkan sejumlah studi yang dilkaukan terhadap beberapa negara berkembang di Asia, termasuk Indonesia. Misalnya, secara umum penjual bakso keliling memiliki tingkat kesejahteraan dan pendekatan terhadap bisnis yang berbeda dengan penjual batik online atau daring dengan dua orang pekerja. 

Staf khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo pun memberi tanggapan untuk UU Cipta Kerja yang terkhusus mengatur tentang UMKM. 

“Dalam kontens Omnibus Law UU Cipta Kerja, menurut hemat kami klaster kemudahan berusaha untuk UMKM cukup bagus,” ujar Yustinus.

Selama ini, tiap lembaga yang berkaitan dengan keuangan maupun wirausaha, misalnya Kementerian Keuangan terkait pajak, Bank Indonesia, maupun Kementerian Koperasi dan UMKM memiliki definisi masing-masing. Menurut Yustinus, adanya UU Cipta Kerja membuat kriteria UMKM menjadi jelas dan tunggal. Peningkatan dan pengembangan UMKM dinilai akan lebih mudah dilakukan dengan adanya basis data tunggal seperti ini. Selain itu, pengelolaan terpadu UMKM dilakukan dengan tersentralisasi dan kemitraan UMKM pun dijamin dengan penanaman modal asing.*** (Silmi Fadillah Meitasnia/Pikiran Rakyat Tasikmalaya)

 

Editor: Husain F.P

Sumber: Pikiran Rakyat Tasikmalaya


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

x