Tarif, Rincian, Syarat, dan Kriteria Usaha untuk Sertifikasi Halal

- 17 Maret 2022, 07:41 WIB
Tarif, Rincian, Syarat, dan Kriteria Usaha untuk Sertifikasi Halal
Tarif, Rincian, Syarat, dan Kriteria Usaha untuk Sertifikasi Halal /Kemenag

JAKSELNEWS.COM - Kementerian Agama terhitung 1 Desember 2021 mulai memberlakukan tarif layanan Badan Layanan Umum (BLU) Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).

Aturan ini tertuang dalam Keputusan Kepala BPJPH Nomor 141 Tahun 2021 tentang Penetapan Tarif Layanan BLU BPJPH dan Peraturan BPJPH Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pembayaran Tarif Layanan BLU BPJPH.

"Diterbitkannya Peraturan Tarif Layanan Badan Layanan Umum BPJPH tersebut selanjutnya wajib dipedomani dalam setiap aktivitas layanan yang dilaksanakan oleh BLU BPJPH," ungkap Kepala BPJPH Kemenag, Muhammad Aqil Irham.

Keputusan Kepala BPJPH No 141 tahun 2021 ini merupakan tindak lanjut dari terbitnya Peraturan Menteri Keuangan No.57/PMK.05/2021 tentang Tarif Layanan BLU BPJPH yang telah diundangkan pada 4 Juni 2021.

Baca Juga: BIGBANG Siap Comeback, Syuting Video Sudah Selesai

Regulasi ini juga sebagai tindak lanjut atas Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal.

"Penetapan peraturan tarif layanan juga wujud komitmen pemerintah untuk memberikan kepastian tarif serta transparansi biaya layanan sertifikasi halal di Indonesia," jelas Aqil Irham.

 

Jenis Tarif


Aqil Irham menjelaskan, Keputusan Kepala BPJPH No 141 tahun 2021 mengatur bahwa tarif layanan BLU BPJPH terdiri atas dua jenis, yaitu: tarif layanan utama dan tarif layanan penunjang.

Tarif layanan utama terdiri atas sertifikasi halal barang dan jasa, akreditasi Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), registrasi auditor halal, layanan pelatihan auditor dan penyelia halal, serta sertifikasi kompetensi auditor dan penyelia halal.

Adapun tarif layanan penunjang mencakup penggunaan lahan ruangan, gedung, dan bangunan, penggunaan peralatan dan mesin, penggunaan laboratorium, serta penggunaan kendaraan bermotor.

Layanan sertifikasi halal untuk barang dan jasa meliputi: (a) layanan permohonan sertifikasi halal dengan pernyataan pelaku usaha (self declare), (b) layanan permohonan sertifikasi halal, (c) layanan permohonan perpanjangan sertifikat halal, dan (d) layanan registrasi sertifikat halal luar negeri.

Baca Juga: Pimpin Pertemuan COVAX AMC EG, Menlu RI Kembali Tekankan Pentingnya Kesetaraan Vaksinasi Global

Layanan akreditas LPH meliputi: (a) layanan akreditasi LPH, (b) layanan perpanjangan akreditasi LPH, (c) layanan reakreditasi level LPH, (d) layanan penambahan lingkup LPH.

Biaya Self Declare


Agil Ihram menjelaskan bahwa ketentuan tarif layanan permohonan sertifikasi halal dengan pernyataan pelaku usaha (self declare) dikenakan tarif Rp0,00 (nol rupiah) atau tidak dikenai biaya dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara.

Pembebanan biaya layanan permohonan sertifikasi halal dengan pernyataan pelaku usaha berasal dari APBN, APBD, pembiayaan alternatif untuk UMK, pembiayaan dari dana kemitraan, bantuan hibah pemerintah atau lembaga lain, dana bergulir, atau sumber lain yang sah dan tidak mengikat.

“Untuk tahun 2021, besaran pembayaran komponen biaya layanan self declare yang disetorkan oleh pemberi fasilitasi biaya layanan sebesar Rp300.000,00,” ujarnya.

Jumlah ini diperuntukan untuk komponen pendaftaran,  komponen pendaftaran, pemeriksaan kelengkapan dokumen dan penerbitan sertifikat halal (Rp25.000,00).

Selanjutnya  untuk komponen supervisi dan monitoring oleh lembaga pendampingan PPH (Rp25.000,00), untuk komponen insentif pendamping PPH (Rp150.000,00), dan untuk komponen sidang fatwa halal MUI (Rp.100.000,00).

“Adapun besaran pembayaran komponen biaya layanan permohonan sertifikasi halal dengan pernyataan pelaku usaha yang dibebankan kepada pemberi fasilitasi pada tahun anggaran 2022 akan disesuaikan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara,” sambungnya.

Secara teknis, Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal pada BPJPH Mastuki menambahkan bahwa  pihaknya telah menerbitkan Keputusan Kepala BPJPH No 33 Tahun 2022 tentang Juknis Pendamping Proses Produk Halal dalam Penentuan Kewajiban Bersertifikat Halal bagi Pelaku Usaha Mikro dan Kecil yang Didasarkan atas Pernyataan Pelaku Usaha.

Surat keputusan ini ditujukan bagi pelaku usaha mikro dan kecil (UKM) untuk melaksanakan kewajiban bersertifikat halal dengan kriteria produk tidak beresiko atau menggunakan bahan dan proses produksi yang sudah dipastikan kehalalannya.

Baca Juga: Ini Mobil Listrik Pertama yang Dirakit di Indonesia

Dalam keputusan itu, kata Mastuki, dijelaskan bahwa penentuan kewajiban bersertifikat halal bagi pelaku UMK yang didasarkan atas pernyataan pelaku usaha ditentukan menggunakan kriteria sebagai berikut:

  1. Produk tidak berisiko atau menggunakan bahan yang sudah dipastikan kehalalannya.
  2. Proses produksi yang dipastikan kehalalannya dan sederhana.
  3. Memiliki hasil penjualan tahunan (omset) maksimal Rp500juta yang dibuktikan dengan pernyataan mandiri.
  4. Memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB).
  5. Memiliki lokasi, tempat, dan alat Proses Produk Halal (PPH) yang terpisah dengan lokasi, tempat, dan alat proses produk tidak halal.
  6. Memiliki atau tidak memiliki surat izin edar (PIRT/MD/UMOT/UKOT). Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) untuk produk makanan/minuman dengan daya simpan kurang dari 7 (tujuh) hari, atau izin industri lainnya atas produk yang dihasilkan dari dinas/instansi terkait.
  7. Memiliki outlet dan/atau fasilitas produksi paling banyak 1 (satu) lokasi.
  8. Secara aktif telah berproduksi 1 (satu) tahun sebelum permohonan sertifikasi halal.
  9. Produk yang dihasilkan berupa barang (bukan jasa atau usaha restoran, kantin, catering, dan kedai/rumah/warung makan).
  10. Bahan yang digunakan sudah dipastikan kehalalannya. Dibuktikan dengan sertifikat halal, atau termasuk dalam daftar bahan sesuai Keptusan Menteri Agama Nomor 1360 Tahun 2021 tentang Bahan yang dikecualikan dari Kewajiban Bersertifikat Halal.
  11. Tidak menggunakan bahan yang berbahaya.
  12. Telah diverifikasi kehalalannya oleh pendamping proses produk halal
  13. Jenis produk/kelompok produk yang disertifikasi halal tidak mengandung unsur hewan hasil sembelihan, kecuali berasal dari produsen atau rumah potong hewan/rumah potong unggas yang sudah bersertifikasi halal.
  14. Menggunakan peralatan produksi dengan teknologi sederhana atau dilakukan secara manual dan/atau semi otomaris (usaha rumahan bukan usaha pabrik).
  15. Proses pengawetan produk yang dihasilkan tidak menggunakan teknik radiasi, rekayasa genetika, penggunaan ozon (ozonisasi), dan kombinasi beberapa metode pengawetan (teknologi hurdle).
  16. Melengkapi dokumen pengajuan sertifikasi halal dengan mekanisme pernyataan pelaku usaha secara online melalui SIHALAL

Editor: Ririn Wulandari


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah