Mahfud MD Soal G30S PKI: Kyai Saya Dibunuh Dan Ayah Saya Berjaga Setiap Malam

30 September 2020, 13:04 WIB
Mahfud MD /pikiran-rakyat/

JAKSELNEWS.COM - Dalam acara Indonesia Lawyer Club, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD beberkan kenangannya tentang peristiwa G30S PKI.

Memberikan keterangan secara virtual, Mahfud menyebutkan bahwa dirinya sudah berumur 8 tahun saat peristiwa G30S PKI.

"Sebagian dari keseluruhan sejarah (G30S PKI) mungkin benar, bagi saya," kata Mahfud.

"Tahun 1965 itu saya ada, saya sudah umur 8 tahun," ungkapnya.

Saat itu, Mahfud MD menyaksikan sendiri gurunya, yang merupakan Kyai Nahdlatul Ulama (NU), dibunuh oleh PKI.

"Saya tahu ketika kyai-kyai NU dibunuh," cerita Mahfud seperti dikutip dari artikel Pikiran-Rakyat.com berjudul Kenang Peristiwa G30S PKI, Mahfud MD: Kyai Saya Dibunuh, Semua Diancam, Ayah Bangun Setiap Malam.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu menyebutkan bahwa kyainya dibunuh saat turun dari pidato.

"Kyai saya, namanya Kyai Jufri, baru turun pidato dibunuh oleh PKI," ungkapnya.

Lebih lanjut, Mahfud mengatakan tidak hanya gurunya saja yang menjadi korban kekerasan PKI. Kyai-kyai lain pun banyak yang mendapatkan ancaman.

"Semua orang Kyai NU waktu itu diancam, pokoknya kamu besok mati," terusnya.

Mahfud MD juga mengenang kondisi ayahnya saat itu yang selalu terbangun setiap malam untuk berjaga dari serangan PKI.

"Nah terjadilah G30S PKI itu, saya menyaksikan. Karena ayah saya setiap malam bangun bersama tetangga untuk jaga-jaga PKI yang katanya mau nyerang," lanjut Mahfud.

Namun, Mahfud juga mengatakan setelah ancaman G30S PKI hilang, giliran orang-orang yang diduga terlibat PKI yang diburu.

"Sesudah G30S PKI, berbalik arahnya, semua orang yang berafiliasi dengan PKI ditangkap, entah dibawa kemana," terangnya.

Titik balik inilah yang menurut Mahfud MD luput dari narasi di dalam film Pengkhianatan G30S PKI.

"Nah itu lah yang tidak tergambar dari film G30S PKI," katanya.

Adapun terkait benar atau tidaknya film tersebut, Mahfud menyerahkannya kembali kepada interpretasi publik.

"Itu yang kemudian menjadi kontroversi, apa benar atau tidak, ya silahkan, itu ilmu sejarah," tutupnya.***(Agil Hari Santoso/Pikiran Rakyat)

Editor: Husain F.P

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler