Ini Saluran untuk Melaporkan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak

- 25 April 2022, 08:34 WIB
Ini Saluran untuk Melaporkan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak
Ini Saluran untuk Melaporkan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak /Instagram @ataliapr/

Berdasarkan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2021, kekerasan fisik dan/atau seksual terhadap perempuan usia 15-64 tahun oleh pasangan dan selain pasangan, prevalensinya menurun 7,3 persen dalam kurun waktu 5 tahun.

Namun, masih terjadi peningkatan prevalensi kekerasan seksual dalam setahun terakhir dari 4,7 persen pada tahun 2016 menjadi 5,2 persen pada tahun 2021.

Sedangkan, Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2021 menunjukkan bahwa prevalensi anak usia 13-17 tahun yang pernah mengalami satu jenis kekerasan atau lebih di sepanjang hidupnya menurun sebesar 21,7 persen bagi anak perempuan, dan 28,31 persen bagi anak laki-laki dalam kurun waktu tiga tahun. Kekerasan masih lebih banyak dialami oleh anak perempuan dibandingkan anak laki-laki.

“Secara prevalensi sebenarnya kekerasan itu adalah menurun. Tapi yang meningkat satu tahun ini adalah kekerasan seksual yang dilakukan selain pasangan,” ungkap Menteri PPPA.

Baca Juga: Ada 340 Pos Kesehatan Mudik dari Kemenkes

Pemerintah, kata Bintang, bekerja keras mengawal Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) hingga akhirnya disahkan menjadi Undang-Undang (UU) oleh DPR RI dalam sidang paripurna pada tanggal 12 April lalu. UU ini diharapkan akan implementatif dan memberikan manfaat, khususnya bagi korban kekerasan seksual.

“Di tahun 2022 ini, kita mengawal terkait dengan pengesahan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS),” tegasnya.

Mengutip dari laman kementerian, beberapa terobosan yang terdapat dalam RUU TPKS, antara lain:

  1. Pengualifikasian jenis tindak pidana seksual, beserta tindak pidana lain yang dinyatakan secara tegas sebagai tindak pidana kekerasan seksual sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya
  2. Pengaturan hukum acara yang komprehensif, mulai tahap penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dengan tetap memperhatikan dan menjunjung tinggi hak asasi manusia, kehormatan, dan tanpa intimidasi.
  3. Pengakuan dan jaminan hak korban atas penanganan, perlindungan, dan pemulihan, sejak terjadinya tindak pidana kekerasan seksual, yang merupakan kewajiban negara dan dilaksanakan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan korban.
  4. Perkara tindak pidana kekerasan seksual tidak dapat dilakukan penyelesaian di luar proses peradilan, kecuali terhadap pelaku anak.

Baca Juga: Di Tengah Pemulihan Ekonomi Pasca Pandemi, Kemenkeu Ingatkan untuk Waspada Scarring effect

Perhatian yang besar terhadap penderitaan korban juga diwujudkan dalam bentuk pemberian restitusi. Restitusi diberikan oleh pelaku tindak pidana kekerasan seksual sebagai ganti kerugian bagi korban.

Halaman:

Editor: Ririn Wulandari

Sumber: kemenpppa


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah