Sejarah Imlek di Indonesia, Bebas Dirayakan Sejak Era Gus Dur

- 11 Februari 2021, 14:13 WIB
Anak-anak bersenang-senang di tahun baru Imlek
Anak-anak bersenang-senang di tahun baru Imlek /mediaImages/pixabay

JAKSELNEWS.COM - Hari Raya Imlek tahun 2021 atau Tahun Baru China 2572 jatuh pada Jumat, tanggal 12 Februari. 

Di Indonesia, perayaan Imlek 2021 bisa dirayakan dengan bebas oleh masyarakat keturunan Tionghoa. Hal ini tidak akan bisa lepas dari peran Presiden ke-4 KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

Saat orde baru, masyarakat Tionghoa hanya boleh merayakan Imlek sesuai Instruksi Presiden nomor 14 tahun 1967 yang dilakukan secara tertutup.

Baca Juga: Kementerian Perindustrian Beri Pernyataan Pentingnya Desain Kemasan Untuk IKM

Pada saat masa kepemimpinan Gus Dur, beliau mencabut Instruksi Presiden (nomor 4 tahun 1967) tentang Agama Kepercayaan dan Adat Istiadat China.

Hingga saat ini, masyarakat Tionghoa bisa sejajar dengan etnis lain yang ada di Indonesia setelah bertahun-tahun termarjinalkan.

Gus Dur ingin mengangkat harkat kemanusiaan dan kesetaraan hak warga negara. Beliau juga menetapkan Imlek sebagai Hari Libur Nasional yang tercantum dalam Keputusan Presiden nomor 6 tahun 2000.

Baca Juga: Proses Mediasi Gagal, Nindy Ayunda Tetap Ingin Cerai

Pada 17 Januari 2000, Tahun Baru Imlek berskala nasional dapat dirayakan terbuka untuk pertama kali di Indonesia. 

Sejak dapat merayakan Imlek secara terbuka, Agama Konghucu juga ditetapkan menjadi agama resmi ke-6 di Indonesia.

Peneliti Abdurrahman Wahid Centre for Peace and Humanities (AWCPH) Universitas Indonesia Abdul Aziz Wahid atau yang kerap disapa Gus Aziz sempat menyampaikan beberapa alasan perayaan Imlek dibolehkan Gus Dur dalam diskusi yang digelar 2019 lalu.

Baca Juga: Jelang Laga Lawan Barnsley, Tuchel Targetkan Final Piala FA

"Gus Dur dari dulu lebih mengedepankan segi kemanusiannya. Bukan hanya semata segi formalistis kaidah-kaidah keagamaan Islam-nya saja. Kaidah fiqih-nya saja. Maqasidus syariahnya di kedepankan," kata Gus Aziz dikutip Jakselnews.com dari laman resmi Nadhlatul Ulama.

Menurut Gus Aziz, Gus Dur juga melihat hubungan historis masyarakat China dengan Nusantara dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang cukup besar di bidang ekonomi, keuangan, dan perdagangan.

"Itu diperhitungkan oleh beliau dan kemudian dijadikan hari libur nasional," kata Gus Aziz.

Kebijakan dan gagasannya yang sering kontroversial membuat Gus Dur dianggap sebagai Bapak Pluralisme Indonesia.***

Penulis: Zihan Berliana Ram Ghani

Editor: Setiawan R

Sumber: nu.or.id


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini