UU Cipta Kerja Perkuat Nelayan dan Dorong Akses Permodalan

- 9 November 2020, 17:44 WIB
Ilustrasi nelayan di Muaragembong, Bekasi. (Pikiran-rakyat.com)
Ilustrasi nelayan di Muaragembong, Bekasi. (Pikiran-rakyat.com) /Pikiran-rakyat.com

Jakselnews - Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) mengatur sektor maritim memperkuat dan melindungi nelayan dengan pertimbangan menyeluruh. Dalam hal definisi nelayan mempertimbangkan aspek holistik dan berarti tidak hanya melihat kapasitas usaha dari ukuran kapal, melainkan juga modal usaha khususnya dari dalam negeri sehingga nelayan bisa naik kelas. 

“Misalnya, pemilik kapal di bawah 10 gross ton, tapi punya modal besar dan mesin kapasitas besar. Ini tidak bisa masuk kategori nelayan kecil. Negara akan mengatur melalui UU Ciptaker dengan aturan turunan melalui RPP,” kata Tenaga Ahli Utama Kedeputian I Kantor Staf Presiden (KSP) Alan F. Koropitan, Senin (9/11).

Menurut Alan, UU Ciptaker akan memperkuat pengelolaan yang tepat sasaran. Alan mencontohkan 96 persen kapal ikan berada di bawah 10 Gross Ton (GT). Bahkan jika lebih spesifik, 68 persen di antaranya perahu motor tempel dan perahu tanpa motor yang tidak mungkin berlayar ke area Zona Ekonomi Eksklusif.

“Dengan UU CIptaker dan aturan turunannya maka definisi nelayan akan dipadankan dengan kategori UMKM sehingga dapat mendorong para nelayan untuk memperoleh akses permodalan dari perbankan serta bantuan pemerintah lebih tepat sasaran. Izin di sektor UMKM semakin mudah dalam UU Ciptaker,” ujar Alan.

Alan menegaskan, Pemerintah punya semangat nasionalisme tinggi, terutama dalam hal kedaulatan negara. Salah satunya mengenai aturan akses asing terhadap pengelolaan perikanan, terutama di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).

Alan menyampaikan, kedaulatan wilayah itu hanya berlaku untuk perairan teritorial, bukan ZEE. “Tapi kita memiliki hak berdaulat di ZEE, yang meliputi hak eksplorasi, eksploitasi dan pemeliharaan keberlanjutan lingkungan,” kata Alan.

Pemerintah akan mempertahankan kedaulatan wilayah dengan mati-matian (nasionalisme). Hal ini pun sekaligus memastikan bahwa UU Ciptaker selaras dengan Undang-undang Perikanan sebelumnya, dimana yang tetap menegaskan akses asing harus didahului dengan perjanjian perikanan bilateral.

“Artinya kan kita berhak memberi izin atau tidak terhadap kapal asing,” tambah Alan. Saat ini, Indonesia tidak membuka izin masuk kapal asing, sesuai kondisi tersedia melalui Perpres 44 tahun 2016, dimana melarang modal asing di sektor penangkapan ikan, 100% harus modal dalam negeri.

Pada sisi lain, pemerintah telah meratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hukum Laut atau United Nations Convention on The Law of the Sea (UNCLOS) tentang kesanggupan Pemerintah Indonesia dalam mengelola sektor kelautan.

Dalam Pasal 5 ayat (3) UU No 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia menyebutkan bahwa eksplorasi dan eksploitasi suatu sumber daya alam hayati di daerah tertentu di ZEE Indonesia oleh pihak asing dapat diizinkan jika jumlah tangkapan yang diperbolehkan oleh Pemerintah Republik Indonesia untuk jenis tertentu melebihi (surplus) dari kemampuan Indonesia untuk memanfaatkannya.

Halaman:

Editor: Setiawan R

Sumber: KSP.go.id


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

x