Waketum MPR Pertanyakan Langkah DPR Percepat Rapat Paripurna UU Cipta Kerja

6 Oktober 2020, 15:23 WIB
Wakil Ketua MPR-RI Fraksi Demokrat Syarief Hasan (foto-Dok) /

JAKSELNEWS.COM - Kontroversi pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi undang-undang oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI terus menuai pro kontra di masyarakat.

Bukan hanya soal substansi dari UU Cipta Kerja, masyarakat juga pertanyakan langkah DPR RI dalam mempercepat rapat paripurna UU Ciptaker tersebut. 

Seperti diketahui, sebelumnya Rapat Paripurna DPR RI akan dilaksanakan pada Kamis 8, Oktober 2020. Namun, tiba-tiba DPR RI mempercepat rapat paripurna menjadi Senin sore, 5 Oktober 2020.

Salah satu pihak yang mempertanyakan hal tersebut adalah Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (Waketum MPR) RI, Syarief Hasan.

Sebagaimana dilansir dari artikel Pikiranrakyat-Depok.com berjudul Dijadwalkan Kamis 8 Oktober 2020, MPR Pertanyakan DPR Percepat Rapat Paripurna UU Cipta Kerja, Syarief menyebutkan bahwa RUU tersebut masih menuai pro kontra sehingga perlu menyerap aspirasi lebih banyak dari rakyat kecil.

Bagi Syarief, langkah DPR RI tersebut dapat menjadi preseden buruk bagi lembaga legislatif.

Menurut Syarief, langkah mempercepat rapat paripurna tersebut disinyalir karena maraknya pemberitaan rencana demonstrasi penolakan Omnibus Law RUU Cipta Kerja dari kalangan buruh, mahasiswa, serta elemen masyarakat lainnya.

"Langkah mempercepat rapat paripurna mengindikasikan tidak didengarnya aspirasi rakyat kecil terkait RUU Cipta Kerja. Langkah ini akan semakin menurunkan, bahkan mematikan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga DPR RI," ucap Syarief.

Syarief pun menilai langkah mempercepat rapat paripurna itu tidak dapat diterima.

"Kami dari Fraksi Partai Demokrat menyatakan menolak langkah mempercepat Rapat Paripurna DPR RI dengan alasan yang tidak dapat diterima dan terkesan mengada-ada," katanya.

Selain itu, anggota tinggi Majelis Tinggi Partai Demokrat tersebut juga menyampaikan bahwa pihaknya menolak dengan tegas pengesahan UU Cipta Kerja yang menurutnya merugikan masyarakat kecil dan kaum buruh.

"Hilangnya sanksi pidana bagi perusahaan nakal, semakin kecilnya UMR, dan tidak adanya jaminan uang pesangon menjadi alasan kami menolak dengan tegas RUU ini," ucap Syarief.

Lebih jauh, Syarief menyatakan bahwa UU Cipta Kerja ini akan memunculkan masalah baru di tengah pandemi Corona yang belum bisa diatasi.

"RUU ini hanya akan menyebabkan karyawan kontrak susah diangkat menjadi karyawan tetap, penggunaan tenaga kerja asing (TKA) akan semakin besar, PHK akan semakin dipermudah, serta hilangnya jaminan sosial bagi buruh, khususnya jaminan kesehatan dan jaminan pensiun," ucap Syarief menambahkan.***(Erta Darwati/PR Depok)

Editor: Husain F.P

Sumber: PR Depok

Tags

Terkini

Terpopuler