Sertifikasi Halal Jadi Polemik Baru di UU Cipta Kerja, Baleg DPR dan PBNU Saling Merespons

- 9 Oktober 2020, 17:28 WIB
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj. /Dok.NU

JAKSELNEWS.COM - Respons negatif dan kritik terhaadap Omnibus Law UU Cipta Kerja datang dari berbagai kalangan. 

Undang-undang yang disahkan pada Senin, 5 Oktober 2020 tersebut menurut banyak pihak dianggap merugikan hak-hak buruh.

Demonstrasi besar-besaran pun dilangsungkan oleh kelompok buruh, mahasiswa, hingga para aktivis untuk menolak UU Cipta Kerja ini.

Salah satu pihak yang turut melayangkan kritik terhadap Omnibus Law UU Cipta Kerja adalah Pengurus  Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siroj menilai terjadi pelonggaran sertifikasi halal dalam UU Cipta Kerja.

"Negara mengokohkan paradigma bias industri dalam proses sertifikasi halal," ujarnya pada Jumat, 9 Oktober 2020 seperti ikutip Pikiran-Rakyat.Com dalam artikel Sertifikasi Halal di UU Cipta Kerja Jadi Perdebatan, Baleg DPR dan PBNU Beri Tanggapan.

Hal itu disebabkan menurut Said Aqil Siroj, syarat auditor sertifikasi halal dalam UU Cipta Kerja tidak lagi harus berasal dari sarjana syariah.

Lebih lanjut, Said menilai apabila hal ini dibiarkan, maka auditor sertifikasi halal bisa berasal dari sarjana non syariah sehingga kekuatan sertifikasi halal berkurang dari segi keagamaan.

Selain itu, semangat UU Cipta Kerja dianggap mengubah beberapa ketentuan UU 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal  demi sentralisasi peraturan. Hal ini dikhawatirkan akan menyebabkan pemusatan dan monopoli fatwa pada satu lembaga saja.

"Sentralisasi dan monopoli fatwa, di tengah antusiasme industri syariah yang tengah tumbuh, dapat menimbulkan kelebihan beban yang mengganggu keberhasilan program sertifikasi," tambahnya.

Halaman:

Editor: Husain F.P

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x