Baca Juga: IHSG Naik 85 Poin, Top Gainers Dihuni Saham-Saham Perbankan
Tidak hanya itu, kewenangan pemerintah Myanmar untuk mengontrol pengguna melalui platform juga meningkat.
Mereka mengklaim bahwa algoritma Meta merekomendasikan pengguna untuk bergabung ke dalam kelompok ekstremis.
Tentu saja, mereka yang telah menjadi bagian kelompok ekstremis dapat dengan mudah melakukan hasutan dan ujaran yang menyebabkan perpecahan antar kelompok.
Mirisnya, Meta melalui News Feed Facebook justru memberikan apresiasi berupa penghargaan pada para pangguna yang telah berperan menyebarkan konten ujaran kebencian.
Isi draft lain dalam gugatan itu menuliskan peran besar Meta dalam penyebaran konten dan berita terkait ujaran kebencian.
Dalam gugatan itu juga mengungkapkan bahwa Meta dengan sengaja bersedia memperdagangkan nyawa penduduk Rohingnya.
Menurut isi gugatan itu, pada 2018 silam, Meta secara terang-terangan mengakui bahwa platformnya digunakan untuk sarana menyebarkan ujaran kebencian pada Rohingya.
Padahal, pada 2013 lalu Meta telah mendapatkan peringatan bahwa platformnya banyak menyebarkan postingan melalui group dan akun palsu anti Rohingnya.
Selain itu, Meta juga dianggap gagal meredam isu-isu pemecah belah di Myanmar karena terdapat banyak akun anonim yang kerap mendukung militer Myanmar.***
Artikel Rekomendasi