Korban Tewas Dalam Kudeta Myanmar Sudah Mencapai 520 Orang

31 Maret 2021, 07:13 WIB
Demonstran bersembunyi di balik barikade selama protes menentang kudeta militer di Yangon, Myanmar, 28 Maret 2021. /Reuters

JAKSELNEWS.COM - Jumlah pengunjuk rasa yang tewas dalam demonstrasi melawan antikudeta di Myanmar sudah mencapai 520 orang. Bertambahnya korban jiwa ini membuat kelompok pemberontak bersenjata mengancam pemerintah militer dengan pembalasan jika pertumpahan darah tidak juga berhenti.

Mereka juga menuntut dibebaskannya pemimpin demokrasi, Aung San Suu Kyi yang saat ini masih ditahan oleh junta Myanmar di tempat yang dirahasiakan. Menurut seorang juru bicara kelompok tersebut, mereka siap bertempur jika militer masih menggunakan kekerasan dalam melawan para demonstran.

Tiga dari sekian banyak kelompok pemberontak etnis bersenjata di negara itu yakni Tentara Pembebasan Nasional Ta'ang, Tentara Aliansi Demokratik Kebangsaan Myanmar, dan Tentara Arakan (AA) - mengeluarkan pernyataan bersama yang mengancam pembalasan.

"Jika mereka tidak berhenti, dan terus membunuh orang, kami akan bekerja sama dengan para pengunjuk rasa dan melawan mereka," kata pernyataan itu mengutip AP Rabu (31/3).

Baca Juga: Buntut Panjang Serangan Berdarah, AS Tangguhkan Semua Kerjasama Perdagangan dengan Myanmar

Jika kelompok tersebut angkat senjata, Federasi Internasional untuk Hak Asasi Manusia (FIDH) memperingatkan bahwa situasi dapat berubah menjadi perang saudara.

Dua lusin pemberontakan etnis minoritas diketahui telah berkobar di Myanmar sejak kemerdekaan dari penjajahan Inggris pada tahun 1948, memperebutkan otonomi, identitas, obat-obatan dan sumber daya alam.

Militer telah berusaha untuk memutuskan kesepakatan dengan beberapa kelompok bersenjata dan awal bulan ini mengeluarkan AA dari daftar organisasi teroris.

Tetapi selama akhir pekan mereka melancarkan serangan udara di negara bagian Karen yang mrupakan serangan pertama dalam 20 tahun. Serangan itu menargetkan KNU setelah kelompok itu merebut pangkalan militer.

Hampir 3.000 orang melarikan diri melalui hutan untuk mencari keselamatan di seberang perbatasan Thailand. Kementerian luar negeri Thailand mengatakan sekitar 2.300 orang telah kembali ke Myanmar dan sekitar 550 orang masih berada di negaranya. Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-o-cha bahkan menegaskan bahwa tidak ada pengungsi yang ditakuti oleh senjata dari pasukan militer mereka.

Tindakan anarkis yang dilakukan militer Myanmar menjadi sorotan seluruh dunia. Sekretaris Jenderal PBB, Guterres mengatakan tindakan keras itu sama sekali tidak dapat diterima dan mendesak pemerintah Myanmar untuk melakukan transisi demokrasi yang serius.

Sementara pemerintahan Presiden AS Joe Biden juga telah mengumumkan bahwa Perjanjian Kerangka Kerja Perdagangan dan Investasi 2013 akan tetap ditangguhkan sampai demokrasi di Myanmar pulih.

AS, Inggris, dan UE semuanya juga telah menjatuhkan sanksi sebagai tanggapan atas kudeta dan tindakan keras, tetapi sejauh ini tekanan diplomatik belum membujuk para jenderal untuk meredakan pertempuran itu. ***

Editor: Winda Destiana Putri

Tags

Terkini

Terpopuler