Junta Myanmar Bunuh Ratusan Orang, Uni Eropa: Ini Sangat Mengerikan!

- 29 Maret 2021, 13:50 WIB
Pengunjuk rasa anti-kudeta berjalan di belakang barikade saat api membakar di Jembatan Bayint Naung di Mayangone, Yangon, Myanmar 16 Maret 2021.
Pengunjuk rasa anti-kudeta berjalan di belakang barikade saat api membakar di Jembatan Bayint Naung di Mayangone, Yangon, Myanmar 16 Maret 2021. /REUTERS/Stringer

JAKSELNEWS.COM - Tindakan yang dilakukan militer Myanmar dalam memperingati Hari Angkatan Bersenjata dikecam oleh Uni Eropa. Persatuan negara tersebut menyebut tindakan bar-bar yang dilakukan junta sangatlah memalukan.

Hal ini dikatakan oleh Josep Borrel selaku Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa bahwa pertumpahan darah di Myanmar pada Sabtu lalu tidaklah manusiawi. Borrel menyebut Myanmar sebagai negara mengerikan dan memalukan.

"Jauh dari merayakan, militer Myanmar kemarin telah membuat hari yang mengerikan dan memalukan," kata Josep Borrell dalam sebuah pernyataan mengutip AFP Senin (29/3).

Kecaman itu muncul setelah kepala pertahanan 12 negara termasuk AS, Inggris, Jepang, dan Australia mengecam perbuatan militer Myanmar.

"Seorang militer profesional mengikuti standar perilaku internasional dan bertanggung jawab untuk melindungi, bukan merugikan orang-orang yang dilayaninya," tambah dia.

Borrel juga mendesak junta Myanmar untuk menghentikan aksi keji mereka dan bekerja memulihkan kondisi di negaranya.

"Kami mendesak Angkatan Bersenjata Myanmar untuk menghentikan kekerasan dan bekerja untuk memulihkan rasa hormat serta kredibilitas dengan rakyat yang telah hilang melalui tindakannya," sambung Borrel.

Menurut aktivis, jumlah korban tewas akibat tindakan keras sejak kudeta telah meningkat menjadi sedikitnya 423 orang.

Terlepas dari bahaya, pengunjuk rasa kembali turun ke jalan pada hari Minggu (28/3) di beberapa bagian Yangon termasuk Hlaing, dan di kota Dawei, Bago, Myingyan dan Monywa.

Media yang dikelola pemerintah mengkonfirmasi dua pria dan dua wanita tewas di Monywa pada hari Minggu kemarin. Ada juga kematian di Myingyan yang menewaskan satu wanita dan dua lainnya luka-luka.

"Di Hlaing, seorang anak laki-laki berusia 16 tahun kehilangan tangan dalam ledakan ketika mencoba melempar granat yang dilemparkan pasukan keamanan ke pengunjuk rasa," kata seorang petugas penyelamat.

Perserikatan Bangsa-Bangsa menyebutkan jumlah korban tewas pada hari Sabtu menjadi 107 orang - termasuk tujuh anak tetapi diperkirakan akan meningkat lebih lanjut.

"Tindakan memalukan, pengecut, serta brutal yang dilakukan militer bersama polisi sangat keterlaluan. Mereka menembaki pengunjuk rasa saat melarikan diri, dan bahkan mereka tidak menyelamatkan anak-anak kecil," kata utusan PBB Alice Wairimu Nderitu dan Michelle Bachelet dalam sebuah pernyataan.

Henrietta Fore, direktur eksekutif badan anak PBB UNICEF, mengatakan 10 anak dilaporkan telah ditembak dan dibunuh pada hari Sabtu.

"Selain dampak langsung dari kekerasan, konsekuensi jangka panjang dari krisis bagi anak-anak negara bisa menjadi bencana besar," kata Fore dalam sebuah pernyataan. ***

Editor: Winda Destiana Putri


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

x