Mendikbud Khawatir Pernikahan Dini, Ternyata Ini Faktanya Selama Pandemi

6 April 2021, 20:00 WIB
Pernikahan Anak Selama Pandemi jadi Kekhawatiran Mendikbud Nadiem Makarim /Pixabay.com/blickpixel.

JAKSELNEWS.COM - Mendikbud Nadiem Makarim sempat mengungkapkan alasan utamanya mengizinkan sekolah tatap muka pada tahun ini. Nadiem Makarim mengkhawatirkan kasus anak putus sekolah, hilangnya makna pembelajaran, kekerasan pada anak, serta pernikahan dini yang meningkat. 

Hingga saat ini, uji coba pelaksanaan sekolah tatap muka telah dilakukan di beberapa daerah. Siswa pun belum sepenuhnya masuk setiap hari untuk menghindari kerumunan. 

Terlepas dari pengadaan sekolah tatap muka yang mungkin menimbulkan kekhawatiran terhadap terbentuknya klaster baru, seperti apa fakta terkait kekhawatiran Mendikbud Nadiem Makarim? Benarkah pembelajaran jarak jauh (PJJ) berdampak pada meningkatnya angka pernikahan dini? 

Baca Juga: Simak 3 Kategori Vaksinasi Yang Diizinkan Umrah Oleh Arab Saudi

Berdasarkan data Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, kasus pernikahan dini di Indonesia masih memprihatinkan, terutama selama masa pandemi. Indonesia menjadi negara kedua di Asia Tenggara dengan angka pernikahan anak tertinggi setelah Kamboja.

Meskipun mengalami penurunan sepanjang tahun 2019-2020 sebanyak 0,6%, namun angka ini masih jauh dari target penurunan hingga 8,74% pada 2024. Angka pernikahan anak pada Agustus 2020 naik hingga 50% menjadi 165 kasus dibandingkan periode yang sama pada 2019. 

Tidak hanya di Indonesia, angka pernikahan dini juga meningkat di negara-negara lain di dunia. Pernikahan anak di bawah usia 18 tahun di Indonesia dipengaruhi oleh pandemi sebanyak 30%.

Baca Juga: Bebas Covid-19, Selandia Baru dan Australia Berlakukan Perjalanan Bebas Karantina Mulai 19 April 2021

Selama PJJ, anak kehilangan aktivitas harian di sekolah yang berujung pada pergaulan bebas pada anak dan remaja. Belum lagi kondisi perekonomian keluarga yang tidak stabil yang mendorong meningkatnya angka pernikahan anak di Indonesia. 

Pernikahan dini pada anak dan remaja dinilai memiliki sejumlah dampak buruk yang luas pada berbagai aspek. Kehamilan pada usia di bawah 15 tahun berisiko 5 kali lebih besar terhadap kematian dibandingkan kehamilan pada usia 20an tahun. 

Sebanyak 60% kelahiran anak pada pernikahan dini juga berisiko meninggal pada tahun pertama kehidupan. Selain itu, kesiapan mental pada masing-masing pasangan anak juga memungkinkan terjadinya kekerasan dan risiko penyakit menular seksual karena pendidikan seks yang masih kurang. 

Baca Juga: Apple Tolak Aplikasi yang Gunakan Data Pengguna Tanpa Persetujuan

Sementara itu, menurut Wyatt Fisher, seorang Psikolog dan Founder dari 'Christian Crush' menyebutkan jika idealnya seseorang menikah pada waktu yang tepat, yaitu sekitar usia 20-an. Saat itu biasanya setiap individu telah mencapai tujuan hidup, karir, dan pendidikan. 

Selain itu, dari segi neurologis, otak manusia telah sepenuhnya berkembang pada usia 25 tahun. Mengalami banyak konflik dan stresor bersama pasangan, individu pada usia 20an lebih siap menikah setelah memiliki strategi pengelolaan konflik bersama yang lebih baik. 

Dengan melihat peningkatan pernikahan anak selama pandemi, tak heran jika Mendikbud Nadiem Makarim berupaya untuk mengadakan kembali sekolah tatap muka. Semoga yang terbaik saja ya untuk Indonesia!***

 

 

 

Editor: Husain F.P

Tags

Terkini

Terpopuler